Selasa, 11 Oktober 2011

kOndisi mangrOve di pantai Sarakan Kabupaten Karawang

Nama : Pitriah
NIM : 1209208069
Jurusan : Pendidikan Kimia
Semester : III
Kelas : B
Universitas Islam Sunan Gunung Djati Bandung



Abrasi Akibat Rusaknya Mangrove di Pantai Sarakan
A. Pengertian Mangrove
Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugish) dan grove (English). Secara umum hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe ekosistem hutan yang tumbuh di suatu daerah pasang surut (pantai, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas pada saat air laut surut dan komunitas tumbuhannya mempunyai toleransi terhadap garam (salinity) air laut. Tumbuhan yang hidup di ekosistem mangrove adalah tumbuhan yang bersifat halophyte, atau mempunyai toleransi yang tinggi terhadap tingkat keasinan (salinity) air laut dan pada umumnya bersifat alkalin. Hutan mangrove di Indonesia sering juga disebut hutan bakau. Tetapi istilah ini sebenarnya kurang tepat karena bakau (rhizophora) adalah salah satu family tumbuhan yang sering ditemukan dalam ekosistem hutan mangrove.
Flora ekosistem hutan mangrove sangat bervariasi, tetapi pada umumnya adalah flora yang bersifat halofit. Jenis-jenis tumbuhan yang hidup di hutan mangrove antara lain adalah :
• Avicenniaceae (api-api, black mangrove, dll)
• Combretaceae (teruntum, white mangrove, zaragoza mangrove, dll)
• Arecaceae (nypa, palem rawa, dll)
• Rhizophoraceae (bakau, red mangrove, dll)
• Lythraceae (sonneratia, dll)
Sementara fauna ekosistem hutan mangrove juga sangat beragam, mulai dari hewan-hewan vertebrata seperti berbagai jenis ikan, burung, dan hewan amphibia, dan ular sampai berbagai jenis hewan invertebrata seperti insects, crustacea (udang-udangan), moluska (siput, keong, dll), dan hewan invertebrata lainnya seperti cacing, anemon dan koral.
Hukum perundang-undangan yang menyatakan bahwa HUTAN dilindungi adalah sebagai berikut :
UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan telah mengingatkan bahwa pengelolaan dan pelestarian HUTAN sebagai salah satu bagian terpenting dari lingkungan adalah mutlak dan wajib dilakukan. Pasal 1 ayat 8-9 UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatakan :
8. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
9. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Sebagai ekosistem hutan yang cukup unik, kegunaan hutan mangrove tidak terlepas dari letaknya antara daratan dan laut. Letak itulah yang membuat hutan mangrove berfungsi utama sebagai penahan abrasi air laut dan pengikisan pantai oleh air laut. Sebagai contoh, abrasi air laut telah menyebabkan 1 desa di daerah Karawang hilang pada tahun 2005. Belum lagi data tahun 2007 yang mengungkapkan sekitar 42,6 km daratan pantai dari 114 km garis pantai di Indramayu juga mengalami karena tergerus abrasi.
B. Fakta Hutan Mangrove
Pengrusakan dan penghancuran ekosistem hutan mangrove di dunia dan juga di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Di India, Vietnam, dan Filipina sebagai contoh, lebih dari 50% kawasan hutan mangrove telah hancur selama satu abad terakhir ini. Pengrusakan hutan mangrove terjadi dengan sangat cepat dalam kurun waktu terakhir ini, dan hampir semuanya dipicu oleh kepentingan ekonomi.
Indonesia adalah negara yang mempunyai ekosistem hutan mangrove terluas di dunia dengan luas sekitar 3,8 juta hektar, diikuti Brazil, Australia, Nigeria, dan Mexico. Indonesia memiliki sekitar 40% dari total hutan mangrove di dunia, dan dari jumlah itu sekitar 75% berada di Papua.

distribusi hutan mangrove, coral dan rumput laut di dunia
sumber diambil dari sini
C. Pengrusakan Hutan Mangrove
Di Riau, sekitar 6 pulau telah tenggelam akibat abrasi air laut. Keenam pulau itu adalah Nipah, Barkih, Raya, Jenir, Desa Muntai dan Sinabo. Tenggelamnya pulau-pulau itu adalah akibat eksploitasi hutan mangrove yang membabi-buta di Riau. Di Jawa Tengah, kerusakan hutan mangrove diperkirakan sekitar 90% dari total hutan mangrove yang ada di pantura Jateng. Kerusakan itu terjadi di 7 kabupaten yaitu Rembang, Demak, Jepara, Kota Semarang, Kendal, Kota Tegal, dan Brebes. Abrasi pantai akibat pengrusakan mangrove di tujuh daerah tersebut adalah sekitar 5.400 hektar. Di Kalimantan Timur, kurang lebih 370.000 hektar hutan bakau di provinsi itu sudah hancur dan dikonversi menjadi tambak udang. Sementara luas hutan bakau yang ada diperkirakan tinggal 512.000 hektar. Di Bekasi, dari sekitar 15.000 hektar hutan mangrove yang ada, kini tinggal hanya sekitar 600 hektar saja yang tersisa. Pengrusakan itu disebabkan oleh pembabatan hutan oleh masyarakat sekitar dan juga oleh pemukiman.
Arti dari itu semua jika terus dibiarkan dalam beberapa puluh tahun kedepan, hutan mangrove di Indonesia akan tinggal kenangan. Dan Indonesia, yang menjadi surga mangrove terbesar didunia, akan merasakan akibat yang sangat parah dari rusaknya ekosistem mangrove itu.

perusakan hutan mangrove
Sumber-sumber pengrusakan hutan mangrove antara lain :
• usaha tambak udang
• penebangan kayu dan logging
• penambangan minyak lepas pantai
• pencemaran bibir pantai
• tourism
• urbanisasi dan perluasan wilayah
• pembangunan jalan dan infrastruktur

penebangan hutan mangrove
D. Fungsi Fisik Hutan Mangrove
• Menjaga kestabilan garis pantai.
• Melindungi pantai dan tebing sungai dari erosi atau abrasi, juga untuk menahan atau menyerap tiupan angin laut yang kencang.
• Menahan sedimen secara berkala sampai terbentuk lahan yang baru.
• Sebagai kawasan yang melakukan penyanggaan proses intrusi atau rembesan air laut ke darat, atau sebagai filter air asin untuk menjadi air tawar.
• Sebagai peredam gelombang, penahan intrusi air laut ke darat dan penahan lumpur.
• Sebagai penghasil sejumlah besar detritus bagi plankton yang merupakan sumber makanan utama biota laut.
• Sebagai daerah asuhan (nursery grounds), tempat mencari makan (feeding grounds), dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya.
• Sebagai habitat bagi beberapa satwa liar, seperti burung, reptilia (biawak, ular), dan mamalia (monyet).
• Sebagai penghasil kayu konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan bahan baku kertas.
• Sebagai tempat ekowisata.
E. Fungsi Kimia Hutan Mangrove
• Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang mampu menghasilkan oksigen yang bermanfaat baik bagi manusia, hewan, dan tumbuhan.
• Untuk menyerap karbondioksida yang merugikan.
• Sebagai pengolah bahan-bahan limbah akibat pencemaran industri atau kapal-kapal yang beraktivitas di lautan.
F. Fungsi Biologis Hutan Mangrove
• Penghasil bahan pelapukan yang merupakan sumber makanan yang penting untuk hewan-hewan invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan (detritus), yang pada perkembangannya menjadi sumber makanan bagi hewan yang lebih besar.
• Berfungsi sebagai kawasan pemijah atau asuhan (Nursery Ground) bagi udang, kepiting, kerang, ikan, dan lain sebagainya. Jika sudah dewasa, mereka akan kembali ke laut.
• Hutan mangrove merupakan kawasan untuk berlindung, bersarang, juga untuk berkembang biak bagi burung atau hewan lainnya.
• Berfungsi sebagai plasma nutfah dan sumber genetika bagi sebagian jenis hewan.
• Hutan mangrove menjadi habitat alami berbagai jenis makhluk hidup, baik yang hidup di darat atau laut.
G. Fungsi Ekonomi Hutan Mangrove
• Membuka lahan pekerjaan untuk masyarakat sekitar karena banyak sekali hasil hutan mangrove yang dapat dibudidayakan.
• Sebagai penghasil bahan bakar, yaitu kayu bakar, alkohol, atau arang.
• Sebagai penghasil bahan bangunan, yaitu untuk dibuat papan, pagar, ataupun papan-papan.
• Hasilnya dapat digunakan untuk industri kulit dan pakaian.
• Sebagai bahan pokok yang dapat digunakan untuk makanan dan obat-obatan.
• Dapat digunakan untuk membuat peralatan rumah tangga, seperti mebel, lem, dan sebagainya.
• Dapat digunakan sebagai bahan pembuat kertas.
H. Fungsi Wisata Hutan Mangrove
Lokasinya yang unik menjadikan hutan mangrove ini dapat dijadikan tempat wisata alam ataupun wisata pendidikan. Di Indonesia sudah banya tempat wisata yang menjual pesona keindahan hutan mangrove ini. Berikut tempat-tempat wisata hutan mangrove di Indonesia :
Suaka Margasatwa Muara Angke
Kawasan wisata ini terletak di daerah Penjaringan Jakarta Utara. Di sini Anda dapat menimati keindahan hutan Mangrove. Ada beragam tumbuhan khas Mangrove seperti Bakau, Pidada, Api-api dan 30 jenis tumbuhan lainnya.
Taman Wisata Alam Angke
Tempatnya berada di kawasan Pantai Indah Kapuk Jakarta. Luasnya 99,82 hektar. Taman wisata ini menyediakan tempat untuk berkemah, ada juga tempat untuk pengamatan burung dan pondok alam.
Wisata Hutan Mangrove Bali
Dikenal dengan nama Mangrove Information Center, terletak di sepanjang jalan By Pass Ngurah Rai, mulai dari Sanur hingga Tanjung Benoa. Untuk menelusuri kawasan wisata ini, Anda cukup berjalan menyusuri jalan setapak berupa jembatan yang terbuat dari kayu yang tersebar di area ini. Disediakan juga beberapa Bale bengong untuk bersantai sambil menikmati keindahan hutan mangrove. Anda pun bisa melihat kawasan hutan bakau dari ketinggian, cocok untuk dijadikan lokasi pengamatan burung.
Wisata Anyar Mangrove Surabaya
Letaknya di Gunung Anyar di kawasan Pantai Timur Surabaya. Anda bisa menikmati keindahan hutan bakau dengan menelusurinya menggunakan perahu nelayan yang bisa sekaligus menjadi pemandu wisata Anda.
I. Pengelolaan Hutan Lestari
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dan oleh karena itu, maka pemerintah bertanggungjawab dalam pengelolaan yang berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan (Pasal 2). Selanjutnya dalam kaitan kondisi mangrove yang rusak, kepada setiap orang yang memiliki, pengelola dan atau memanfaatkan hutan kritis atau produksi, wajib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan konservasi (Pasal 43).
Adapun berdasarkan statusnya, hutan terdiri dari hutan negara dan hutan hak (pasal 5, ayat 1). Berkaitan dengan hal itu, Departemen Kehutanan secara teknis fungsional menyelenggarakan fungsi pemerinthan dan pembangunan dengan menggunakan pendekatan ilmu kehutanan untuk melindungi, melestarikan, dan mengembangkan ekosistem hutan baik mulai dari wilayah pegunungan hingga wilayah pantai dalam suati wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS), termasuk struktur sosialnya. Dengan demikian sasaran Departemen Kehutanan dalam pengelolaan hutan mangrove adalah membangun infrastruktur fisik dan sosial baik di dalam hutan negara maupun hutan hak. Selanjutnya dalam rangka melaksanakan fungsinya, Departemen Kehutanan sebagai struktur memerlukan penunjang antara lain teknologi yang didasarkan pada pendekatan ilmu kelautan (sebagai infrastruktur) yang implementasinya dalam bentuk tata ruang pantai.
J. Desentralisasi Kewenangan Pengelolaan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, maka kewenangan Pemerintah (pusat) dalam rehabilitasi hutan dan lahan (termasuk hutan mangrove) hanya terbatas menetapkan pola umum rehabilitasi hutan dan lahan, penyusunan rencana makro, penetapan kriteria, standar, norma dan pedoman, bimbingan teknis dan kelembagaan, serta pengawasan dan pengendalian. Sedangkan penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan (pada hutan produksi, hutan lindung, hutan hak, dan tanah milik) diselenggarakan oleh pemerintah daerah, terutama Pemerintah Kabupaten/Kota, kecuali di kawsan hutan konservasi masih menjadi kewenangan Pemerintah (pusat).
K. Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Mangrove
Di dalam menyelenggarakan kewenangannya dalam pengelolaan hutan mangrove, Departemen Kehutanan membawahi Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang bekerja di daerah, yaitu Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) akan tetapi operasional penyelenggaraan rehabilitasi dilaksanakan Pemerintah Propinsi dan terutama Pemerintah Kabupaten/Kota (dinas yang membidangi kehutanan).
Adapun untuk mengarahkan pencapaian tujuan sesuai dengan jiwa otonomi daerah, Pemerintah (pusat) telah menetapkan Pola Umum dan Standar serta Kriteria Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Keputusan Menteri Kehutanan No. 20/Kpts-II/2001), termasuk di dalamnya rehabilitasi hutan yang merupakan pedoman penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah (Propinsi dan Kabupaten/Kota) serta masyarakat.
Strategi yang diterapkan Departemen Kehutanan untuk menuju kelestarian pengelolaan hutan mangrove :
(1) Sosialisasi fungsi hutan mangrove
(2) Rehabilitasi dan konservasi
(3) Penggalangan dana dari berbagai sumber
L. Pokok – Pokok Kegiatan Mangrove
Dalam upaya pengelolaan hutan mangrove, Departemen Kehutanan telah, sedang, dan akan melakukan kegiatan-kegiatan baik dalam bentuk kegiatan operasional teknis di lapangan maupun yang bersifat konseptual. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Operasional Teknis
Sejak Tahun Anggaran 1994/1995 sampai dengan Tahun Dinas 2001, kegiatan operasional teknis yang dilaksanakan di lapangan oleh Balai/Sub Balai RLKT (sekarang bernama Balai Pengelolaan DAS) sebagai Unit Pelaksana Teknis Departemen Kehutanan adalah rehabilitasi hutan mangrove di luar kawasan hutan dan di dalam kawasan hutan seluas 22.699 Ha melalui bantuan bibit, pembuatan unit percontohan empang parit dan penanaman/rehab bakau, yang tersebar di 18 Propinsi.
2. Penyusunan Strategi Nasional Pengelolaan Mangrove
3. Inventarisasi kerusakan hutan mangrove (22 Propinsi)
4. Penyusunan basis data pengelolaan hutan mangrove
5. Penyusunan Rencana Tata Ruang Daerah Pantai Kabupaten
M. Penelitian Mangrove dan Dampak Abrasi Laut Sarakan di Kp. Sarakan Ds. Tambaksari Kec. Tirtajaya
Nara sumber : Sepuh Kp. Sarakan ibu Sanih dan Bp. Amad
Kepala Dusun Kp. Sarakan Bp. Karman
Bp. Juneb sebagai nelayan
Penelitian yang saya lakukan di kampung Sarakan desa Tambaksari, Kec. Tirtajaya ini sungguh sangat mengkhawatirkan karena ketika melihat kondisinya secara langsung ke lapangan, laut Sarakan dalam keadaan kurang perhatian dan kurangnya perawatan baik dari pihak warga sekitar, Departemen Perhutani maupun dari Pemda setempat. Disekitar laut Sarakan hanya terdapat sedikit pohon Mangrove atau Bakau yang tumbuh tegak dikarenakan tidak adanya penanggulangan dari pihak Pemda maupun dari departemen perhutani yang melestarikan pentingnya peran mangrove bagi pantai sekitar kampung Sarakan. Alasan kenapa departemen perhutani tidak menanam pohon bakau disekitar laut Sarakan karena tanah yang dimiliki sekitar pantai merupakan tanah milik warga masyarakat Sarakan yang sah yang dibuktikan dengan sertifikat tanah dari masing-masing warga Sarakan. Selain itu, bakau-bakau yang tumbuh liar disekitar pantai merupakan proses alami alam yang menjadikan bakau tumbuh besar dengan sendirinya tanpa bantuan atau perlakuan khusus dari pihak manapun. Namun, setelah bakau-bakau tersebut tumbuh subur ombak yang sangat besar yang disebabkan akibat dari tsunami Aceh pada tahun 2005 yang berdampak pada sekitar laut Sarakan ini menghancurkan sebagian pohon bakau yang akhirnya pantai kehilangan alih fungsi dari penahan abrasi atau pelindung dari angin kencang menjadi pantai yang tidak layak huni.
Setelah kejadian abrasi dipantai sarakan ini barulah dari pihak pemerintah melakukan tindak lanjut bagi warga sarakan dengan pembuatan perelokasian tanah bagi warga yang akan mengungsi. Namun, perelokasian pemukiman warga tersebut tidak dapat bertahan lama karena terjadi abrasi kembali pada tahun 2009 sehingga perelokasian tersebut tidak banyak membantu warga sekitar pesisir pantai sarakan. Dari sekitar 109 rumah yang terdapat di ujung pantai yang terkena abrasi paling parah ini hanya sekitar 39 rumah saja yang sudah menempati perelokasian rumah dari pemerintah, namun masih ada sisa 70 rumah lagi yang belum mendapatkan perelokasian dari pemerintah pusat.
Pada umumnya mata pencaharian warga pantai sarakan ini adalah sebagai nelayan yang sehari-harinya mencari ikan dilaut. Namun, sudah 3 hari yang lalu masyarakat sarakan tidak melaut karena tingginya ombak air laut sehingga nelayan takut untuk berlayar mencari ikan. Akan tetapi, sebenarnya pihak yang merasa diuntungkan oleh adanya mangrove adalah nelayan, karena mangrove dapat dijadikan benteng sekaligus merupakan tempat bernaung, bertelor, pemijahan, dan mencari makan bagi ikan-ikan maupun binatang laut lainnya. Ikan yang biasa dicari dan dijual pada konsumen seperti ikan-ikan laut, kepiting rajungan, kepiting rawa.
Kerugian :
1. Hilangnya rumah-rumah warga akibat dari ombak besar yang menyapu bersih daerah sekitar pesisir pantai.
2. Hilangnya ratusan hektar empang-empang milik warga akibat dampak dari besarnya ombak air laut.
3. Hilangnya mata pencaharian warga yang pada umumnya berasal dari pemeliharaan ikan bandeng di empang-empang sekitar pantai.
4. Rusaknya bakau-bakau sekitar pesisir pantai yang dapat mempermudah terjadinya abrasi tanah dan tidak adanya penahan ombak besar yang langsung menerjang pemukiman warga.
5. Tingginya harga ikan-ikan laut di pasar-pasar perikanan sekitar desa Tambaksari akibat dari sulitnya memperoleh ikan laut disaat cuaca yang akhir-akhir ini tidak mendukung untuk melaut.
Solusi :
1. Adanya sosialisasi mengenai pentingnya keberadaan mangrove disekitar pesisir pantai dari berbagai pihak seperti Lembaga-Lembaga maupun dari pihak Pemda setempat sebagai wujud keperdulian mereka terhadap kelangsungan pantai Sarakan.
2. Penanaman bibit-bibit unggul pohon bakau/mangrove disekitar pesisir pantai untuk menahan ombak besar dan mampu memperkuat tanah sehingga tidak mudah terjadi abrasi.
3. Disediakannya perelokasian pemukiman warga agar warga yang rumahnya terkena abrasi dapat segera berpindah ke tempat yang lebih aman.
4. Penindaklanjutan pihak sipil mengenai penjarahan ilegal pasir-pasir sekitar pesisir pantai yang dapat memperburuk keadaan pantai.
5. Kesadaran diri dari masing-masing masyarakat Sarakan yang sama-sama memegang teguh pelestarian hutan dan bersedia menjaga tanah air .
6. Selamatkan Ekosistem Hutan Mangrove. Demi lingkungan bumi, demi anak cucu manusia, demi masa depan planet ini, dan demi bumi yang lebih bersahabat bagi manusia.
7. Beri dukungan (moral dan material) pada usaha-usaha yang bertujuan menjaga kelestarian hutan mangrove, baik itu di dunia maupun di Indonesia. Beri dukungan bagi kebijakan-kebijakan pelestarian hutan mangrove dan lawan segala bentuk eksploitasi hutan mangrove demi kepentingan ekonomi.
8. Berikan pendidikan pelestarian lingkungan sejak dini. Dan ajarkan bahwa pelestarian hutan [mangrove] adalah salah satu cara membuat bumi semakin baik.
N. Berikut gambar-gambar yang peneliti ambil dari daerah sekitar laut Sarakan